Kamis, 05 November 2015

Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Foto: web)
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Foto: web)

Aher Soroti Tata Ruang di Jawa Barat

BANDUNG, FOKUSJabar.com: Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan (Aher) menyoroti banyak ketimpangan di kota/kabupaten di Jawa Barat dalam implementasi tata ruang.
“Para cukong, para makelar izin sering berkolaborasi dengan oknum guna mengakali tata ruang terutama di daerah. Pemprov Jawa Barat ingin kokohkan, agar tata ruang di Jabar terkendali,” katanya kepada Humas Pemprov Jawa Barat, baru-baru ini.
Menurut dia, pemufakatan jahat itu berimbas beralihnya alih fungsi lahan. Pemukiman berada di area persawahan, sementara area pengganti persawahan sendiri tak kunjung ada.
“Maka saya pernah ditanya, siapa yang paling bersalah atas hal ini. Harus dijawab jujur, kalau tata ruang daerah tidak konsisten paling banyak tidak diterapkan ya oleh kepala daerah itu sendiri,” katanya.
Menurut Aher, pihaknya telah berusaha menekan situasi itu antara lain dengan merilis Perda No 27/2012 tentang Tata Ruang, yang kemudian dikuatkan Permen 20/2014 tentang pedoman penyusunan mekanisme RDTR (Rencan Detil Tata Ruang).
“Prakteknya di lapangan tidak mudah. Permen dari pemerintah pusat itu makro sekali, perda dari provinsi semi makro, namun implementasi yang utama ada di perda kota dan kabupaten,” ungkapnya.
Aher menekankan, pihaknya akan berusaha mengokohkan ketegasan para pimpinan daerah. Sebab, secara sistem, tidak ada mekanisme apresiasi dan hukuman yang bisa diterapkan gubernur ke bupati/walikota.
Pemprov Jabar, kata dia, di era otonomi daerah tidak bisa memberikan sanksi, ataupun mengatur alokasi dana kota dan kabupaten yang tidak memenuhi Perda No 27/2012 tersebut.
“Apalagi, setelah era reformasi, tata ruang seolah diatur semau raja kecil. Siapapun mengklaim tanah beserta peruntukannya. Baru di tahun 2008 ke atas, pengaturannya mulai jadi perhatian bersama,” katanya.
Menurut dia, pihaknya berkepentingan agar tata ruang di Jawa Barat makin sinergis ke depan. Terlebih dengan status sebagai daerah agrasis, maka produksi pertanian harus dijaga produktivitasnya.
Secara nasional, produksi padi se-Jabar menyumbang kontribusi 17% per tahun,
jagung kontribusi nasional 5,5%, dan kedelai 7,7 %. Ditargetkan pada akhir tahun nanti, produksi padi Jabar menjadi 13 juta ton dari tahun lalu 11,64 juta ton, jagung 1,13 juta ton dari 1,047 juta ton, dan kedelai 159,7 juta dari 115,26 juta ton.
Karenanya, Heryawan mendesak sejumlah pemda segera menuntaskan dokumen ketetapan rencana desain tata ruang. Sebab, hingga Agustus lalu, ditengarai ada kota/kabupaten yang belum menyerahkan dokumennya ke Pemprov Jabar.
“Mohon diingat karena sejak dua tahun lalu, kami sudah deklarasikan Jabar sebagai provinsi di Indonesia yang penyelesaian tata ruangnya tercepat dan lengkap,” kata dia.
Pun demikian, sejauh ini pemerintah pusat memberikan apresiasi kepada Pemprov Jabar karena rencana desain tata ruang sudah cukup bagus.
Dia mendorong kota dan kabupaten menuntaskan agar kelak tidak ada hambatan merugikan sendiri dalam investasi dan perizinan di wilayahnya masing-masing.
Kekuatan Kelima
Secara khusus, Aher menyoroti pemufakatan jahat cukong yang memengaruhi aturan tersebut sebagai bukti adanya kekuatan kenegaraan kelima dalam era sekarang.
Setelah eksekutif, yudikatif, legislatif, dan media, maka saat ini muncul kekuatan pemodal yang banyak memengaruhi perjalanan sebuah negara.
“Ini tak bisa dihindari, sehingga kita memerlukan idealisme dalam kehidupan kenegaraan ke depan,” katanya.
Menurut Aher, secara keseluruhan, kaum pemodal memiliki peran signifikan yang positif terhadap suatu daerah. Buktinya adalah industri manufaktur terbesar di Indonesia ada di Jawa Barat sebesar 55%, yang di dalamnya menyerap banyak tenaga kerja dan menciptakan trickle down effect.
Akan tetapi, sebagaimana selalu ada deviasi dalam sebuah sistem, maka otomatis ada pula kaum pemodal yang tidak menghargai sistem dan cenderung menerobos segala cara demi mencapai tujuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar